SECANGKIR KOPI
Oleh: Linatul Maftukhah
Hembusan angin dingin pagi ini
masih terasa. Sisa-sisa hujan di taman kota pun masih terlihat jelas.
Dibeberapa tempat, air masih menggenang. Burung-burung dan bunga-bunga yang
tersenyum riang ikut menghiasi indahnya taman kala itu. Sejenak pemandangan ini
terasa cukup mengobati pedihnya kehidupan yg keisha alami.
"key" ia menoleh ketika
seseorang memanggil namanya. Terlihat seorang laki-laki yg ia kenal berlari
menghampirinya. "dingin ya, cafe yuk" katanya kemudian setelah
laki-laki itu berada didepan keisha. Keisha mengangguk pelan, kemudian mereka
berjalan ke sebuah cafe di ujung taman. Beberapa menit kemudian mereka telah
sampai.
"aku kebelakang dulu ya key,
kamu mau duduk dimana?"
"situ" jawab keisha sambil
menunjuk kejendela. Laki-laki yang bernama kenjar itu segera mengerti maksud
keisha. Kemudian ia segera pergi ke toilet dekat dapur, dan keisha menuju kursi
dekat jendela. Bagi keisha kursi yang kini ia duduki menyimpan begitu banyak
kenangan tentang ia dan ayahnya. Dulu ketika sang ayah masih ada, keisha selalu
diajak ke cafe itu. Bukan dulu, tepatnya seminggu yang lalu ketika kecelakaan
maut yang menimpa ayahnya belum terjadi. Ia dan ayahnya bersama ibunya pun
masih bercanda gurau di cafe itu. Hujan rintik-rimtik pun turun. Dingin semakin
terasa. Keisha terus melihat keluar jendela. Tak sadar kenjar sudah berada
didekatnya, entah dari kapan.
"udah pesan belum"
"eh, belum ken"
setelah memanggil pelayan dengan
isyarat khas, kenjar memesan dua gelas kopi dengan campuran berbeda. Namun
kemudian kenjar mengedipkan satu matanya pada pelayan itu. Tak lama kemudian
pesanan mereka datang. Kopi bercampur susu dan moca pesanan keisha dan cairan
hitam pekat pesanan kenjar. Mereka meneguknya. Hangat terasa menjalar disekujur
tubuh keduanya.
"kenapa lagi kamu key"
dengan lembut kenjar bertanya sekaligus membuka pembicaraan diantara mereka
"nggak papa ken" keisha
menjawabnya namun pandangannya tak terlepas dari sesuatu yang ada diluar
jendela
"jangan bohong key"
sekali lagi keisha hanya
menggeleng.
"aku tahu"
kalimat itu membuat keisha
berpaling dari jendela dan memandang kenjat.
"tahu apa kamu"
"kamu sedih, kamu gelisah,
kamu marah pada kehidupanmu"
keisha hanya terdiam, hatinya
membenarkan apa yang diucapkan kenjar padanya. Cairan itu mulai keluar dari
pelupuk matanya. Dengan lembut kenjar menghapus cairan itu seraya berkata
"ceritakanlah padaku, apa yang membuatmu seperti ini key"
keisha masih terdiam kemudian ia
menarik nafas panjang. "ken"
"iya"
"kehidupan ini memang kejam
padaku" dengan suara yang berat keisha mencoba menceritakan apa yang ia
rasakan. "kenapa dunia selalu menyiksa ku, Tuhan memang tak adil. Ia
selalu memberi kebahagiaan pada orang-orang itu juga padamu, sedangkan padaku
apa? Sedikit saja aku tak pernah bahagia, ketika bahagia itu sedikit ku dapat
Tuhan selalu mengambilnya lagi. Apa aku memang tak boleh merasakan kebahagiaan
seperti mereka" tangis nya semakin menjadi.
"key, jangan berfikir
seperti itu, aku pun seperti kamu, dan orang-orang itu pun sama"
ia terdiam untuk menelan ludah
kemudian kembali melanjutkan pembicaraannya "key, pernah nggak kamu masuk
ke kehidupan mereka, pernah nggak kamu jadi mereka?" keisha hanya
menggeleng pelan
"nah belum kan? Yang kamu
lihat sekarang hanya satu sisi dari kehidupan mereka, jadi kamu nggak perlu
iri"
sejenak suasana menjadi hening,
keisha mengusap kedua matanya dengan tisu. Kenjar pun terus menatap keisha,
menunggu apa yang keisha lakukan selanjutya.
"makasih ya ken" mereka
kembali tersenyum.
***
"besok sampai seminggu
kedepan kamu, mama titipkan dirumah nek inah" kata mama keisha ketika
diruang makan.
"apa?" keisha mengambil
segelas air putih dan meneguknya "keisha nggak mau, disana anaknya
bandel-bandel"
"namanya juga panti asuhan.
key, mama mohon"
suasana kembali hening. Keisha
menarik nafas panjang dan akhirnya mengangguk pelan dengan senyum yang ia
paksakan.
pagi buta sebelum sang surya
menampakkan sinarnya keisha tlah sampai dirumah nek inah. Tak butuh waktu lama
memang. Dari rumahnya menuju rumah nek inah yang hanya berjarak tak lebih dari
2 km. Namun mamanya terburu akan pergi keluar kota dan harus sampai sebelum
siang.
Menjelang subuh rumah nek inah
telah ramai dengan canda gurau anak-anak kecil yang ia rawat.
Keisha duduk terpaku dikursi tua
milik nenek itu. Pikirannya melayang, entah apa yang ia pikirkan. Namun angin
dingin yang sesekali bertiup menusuk tulang tak dihiraukannya. Baginya inilah
liburan akhir semester yang paling memilukan.
"key, kenapa nggak masuk,
ngelamun aja" suara itu membuyarkan lamunannya. Suara yang sangat ia
kenal. Ia menoleh kearah pintu.
"kenjar" matanya
terlonjak dan keisha segera berdiri menghampiri laki-laki itu. "kamu
disini juga"
"selamat datang dikehidupan
kami" jawaban kenjar justru menyimpang dari apa yang ditanyakan keisha.
Keisha bingung namun ia enggan menanyakannya kepada kenjar.
Menunggu membuatkeisha merasa
bosan akhirnya keisha memutuskan untuk kedapur membantu nek inah yang sedang
menyiapkan sarapan.
"piringnya mana nek"
"itu dilemari yang bawah
key"
keisha segera meletakkan
piring-piring di meja makan.
"udah nek, keisha bantu apa
lagi"
"rempah-rempah yang itu
dimasukkan, airnya sudah mendidih"
"buat apa nek, emang disini
minumnya beginian"
nek inah tertawa kecil mendengar
logat bicaraku yang ku buat-buat. Kemudian ia melanjutkan pekerjaannya tanpa
berbicara sepatah katapun.
"nek, aku baru tahu kalau
kenjar juga tinggal disini" tanyaku lagi
setelah meletakkan panci yang
berisi air diatas kompor nek inah mengajakku duduk di kursi dapur.
"key, kenjar memang pandai
menyimpan rahasia"
"rahasia apa nek" nek
inah hanya diam sepertinya ia tak mau menjawab pertanyaan itu. "Ya udah
nek kalau nenek nggak mau jawab, aku ganti deh pertanyaannya. Nek kok kenjar
bisa tinggal disini sih"
"ceritanya panjang key"
"ayolah nek ceritakan
padaku, aku butuh hiburan, ya nek yah" nek inah hanya terdiam seperti tak
menghiraukan rengekanku.
"ya udah nek, aku pulang
aja" kataku sambil beranjak dari tempat duduk. Nek inah menahanku.
"eh jangan nanti nenek
dimarahin sama ibu kamu"
"ya udah, ceritain dong
nek" keisha tak sabar namun suasana yang tengah cair seketika menjadi
tegang.
"kenjar telah menjadi piatu
sejak masih bayi, ibunya meninggal saat melahirkannya" nek inah mulai
bercerita "kenjar kecil hanya tinggal bersama ayahnya, namun itu tak
berlangsung lama, ketika ia berumur 8 tahun ayahnya meninggal karena suatu
penyakit, rumahnya disita karena tak mampu membayar biaya pengobatan ayahnya
ketika dirawat. Akhirnya ia bertemu dengan nenek. Kenjar anak yang tegar dan
penuh semangat bahkan ketika ia terdiagnosis terkena penyakit yang juga menimpa
ayahnya"
"kenjar kena penyakit?
Penyakit apa nek" tak ada jawaban karena nek inah masih sibuk menyaring
ramuan jamu yang telah direbus. Kemudian nek inah menceritakan semuanya. Keisha
mengerti dan ia meminta agar dirinya yang mengantarkan ramuan itu pada kenjar.
"sekarang aku mengerti"
kalimat itu mengagetkan kenjar yang sedang menikmati indahnya pagi di teras.
Kenjar menoleh. Keisha menghampirinya.
"ini minumanya ken"
Kenjar mengangguk pelan, ia
meminumnya masih dengan gaya khas seorang penikmat kopi.
"mau?"
"makasih" keisha hanya
menggeleng "aku tahu semuanya" katanya kemudian
kenjar mengernyitkan dahinya
kemudian tersenyum ringan "pasti nek inah"
keisha mengangguk dan berkata
"aku tahu apa yang kamu rasakan. Aku sadar ternyata ucapanmu kemarin
benar, ken"
"lalu?"
"ya, aku bisa rasakan betapa
pahitnya minuman yang barusaja ku berikan padamu, tapi kau tetap menikmatinya
seperti menikmati apa yang sangat kamu sukai. Aku salut padamu ken"
kenjar tersenyum "seperti
halnya kehidupan yang kamu rasakan key. Kalau kamu bisa menikmatinya, sepahit
apapun itu pasti akan terasa indah".
Keisha mengangguk pelan. Membenarkan
apa yang dikatakan kenjar.
Mereka begitu menikmati indahnya
pagi kala itu. Cerahnya pagi begitu memikat hati seperti halnya keceriaan yang
sedang mereka hadapi.