Pages

Selamat datang... di ais adventure blog, sebuah kisah dari cerita sang petualang

Minggu, 18 Desember 2016

Why?

Mengapa? Banyak orang bertanya mengapa?

Ada yang bertanya "kenapa ngga pacaran saja? Bukannya kalian sudah sedemikian dekat"

"Kenapa sih kamu ngga pacaran saja, sendiri mulu emang ngga sepi?"

Atau yang memuji seperti ini

"Wah kamu hebat yaa.. Ngga pernah pacaran ngga kek aku.. bla bla bla.." dan banyak lagi pertanyaan-pertanyaan yang lain.

Adakah yang pernah menemukan sahabat teman saudara atau orang lain yang suka bertanya demikian?

Yaa.. Satu dari seribu orang yang pernah anda temui pasti pernah bertanya demikian.

Sedikit share tentang pengalaman dan saya tidak akan menjawab pertanyaan-pertanyaan itu.

Jujur saja Saya bukan orang hebat yang punya benteng kuat soal rasa. Bahkan pernah berkali-kali jatuh. Berkali-kali terjebak friendzone. Berkali-kali terperangkap rasa ingin dan ingin seperti teman-teman yang lain. Namun ingatan saya begitu kuat tentang kalimat yang pernah saya baca juga tentang pesan seorang sahabat yang selalu terbayang-bayang. Bahkan saya pernah menjalin cinta (pacaran) dengan seseorang hanya satu atau dua bulan kurang lebih. Tidak lain dan tidak bukan karena rasa yang besar dan menggebu-gebu hingga benteng saya hancur tak kuat menahan tapi rasa bersalah itu selalu muncul beberapa hari setelah saya menyambut ungkapan rasa seseorang. Dan itu selalu terjadi. Dan rasa bersalah itu selalu lebih besar dari rasa sayang yang tercipta, bahkan tak jarang sampai terbawa mimpi.

Sahabat saya pernah berkata "Na, saya sudah terjerumus dalam cinta yang belum halal, walaupun saya tidak pacaran dengan dia tapi sikap bahasa kami seperti orang yang berpacaran. Kami sama-sama suka dan kami tau itu dosa. Tanggal pernikahan memang akhirnya kami tentukan tapi saya telah menempuh jalur yang salah. Saya tidak mau sahabat saya yang satu ini mengambil jalur yang sama seperti saya. Saya percaya sama kamu Na" begitulah sahabat saya bilang.

Kelas dua SMA pertama kalinya saya jatuh cinta dengan seorang laki-laki, dia pun mengungkapkan perasaannya kepada saya dan langsung saya terima. Kelas dua SMA pertama kalinya saya menginjak masuk kedalam perpustakaan sekolah. Disitulah saya mengambil sebuah buku entah judulnya apa saya lupa. Saya baca dengan acak karena saya memang bukan kutu buku. Hingga berhenti disebuah halaman yang didalamnya terdapat sebuah kalimat kurang lebih seperti ini "Sungguh mulia seorang wanita yang memendam perasaan cintanya kepada seorang laki-laki hingga perasaan itu mati dan ia menemukan jodohnya". Tanpa pikir panjang sepulang sekolah dengan berani langsung saya putuskan pacar saya itu. Dia bertanya-tanya dan saya cuma bisa diam dan memenjamkan mata menahan. Itu keputusan saya. Sejak saat itu lah saya membatasi rasa yang tumbuh. Entah itu keputusan yang tepat atau bukan. Yang jelas itu adalah komitmen terbesar saya. Janji yang berkali-kali nyaris saya langgar.

2016 saya menyaksikan dengan mata kepala saya sendiri. Janji Allah itu benar, jodoh tidak perlu dikejar jika memang sudah saatnya dengan sendirinya ia akan datang. Itu terjadi kepada seorang teman saya yang tiba-tiba menyebar undangan pernikahan begitu saja. Taaruf adalah proses yang ia tempuh. Dikenalkan dengan sahabat suami temannya begitu singkatnya. Proses hanya 2 minggu saja untuk perkenalan dan persiapan pernikahan padahal sebelumnya sama sekali mereka belum pernah bertatap mata. Inspiratif buat saya.

Dari situlah saya berfikir daripada waktu saya gunakan untuk hal-hal yang sia-sia lebih baik saya gunakan untuk hal-hal produktif sambil selalu berusaha memperbaiki diri. Bukankah kita harus berusaha untuk mendapatkan jodoh? Iya.. Jelas harus berusaha tapi bukan dengan cara kesana-kemari mencari dan memilih pacar tapi dengan cara memperbaiki kualitas diri hingga layak. Itu yang disebut usaha.

Sekian, semoga bermanfaat 😘😊😉
 
Terima kasih telah berkunjung, Sampai Jumpa lagi . . . di ais adventure blog